Selasa, 08 Juli 2008

EKSPLORASI LANJUT ATAS DIRI, KESADARAN, DAN TUHAN


“Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segenap ufuk (afaq) dan pada diri mereka sendiri (anfus) sehingga jelaslah bagi mereka bahwa Al-Qur’an itu adalah benar (al-haqq)” (QS Fushilat : 53)

Pada pelajaran Ikhsan (Patrap) -1 dalam buku On-Line dengan ALLAH terdahulu, saya telah menyinggung sedikit tentang diri manusia yang terdiri dari segmen-segmen kesadarannya berupa cipta, karsa, rasa dengan Jiwa sebagai pusat atau intinya. Dalam buku ini, saya mengajak Anda untuk melakukan eksplorasi lebih jauh dan lebih dalam lagi mengenai diri. Untuk itu - Marilah kita lebih jauh lagi dengan ekplorasi tentang Hakikat diri. Apakah manusia itu? Siapakah manusia itu?

Mengenal Hakikat Diri
Marilah kita melakukan proses pengenalan diri secara lebih detail dengan dimulai dari bagian diri yang paling eksternal yaitu tubuh, kemudian pikiran, hati, dan selanjutnya jiwa. Proses pengenalan diri yang akan kita diskusikan dalam buku ini akan selalu dikaitkan dengan proses bagaimana menemukan dan meningkatkan Kesadaran Diri, yaitu dalam konteks spiritualitas.

Starting pointnya adalah dari tubuh kita.
Jasmani manusia merupakan sistem organisme hidup yang paling kompleks sekaligus paling sempurna diantara semua makhluk hidup. Secara biologis, tubuh manusia adalah puncak kesempurnaan dari evolusi organisme hidup.
Jasmani manusia terdiri dari berbagai sistem seperti: pertulangan, pencernaan, peredaran darah, reproduksi, ekskresi, sekresi, hormonal dan sistem syaraf. Didalam sistem-sistem tersebut terdapat organ-organ yang menopang kehidupan manusia, seperti jantung, paru-paru, ginjal, limfa, lambung, usus dsb.

Sistem-sistem dalam tubuh manusia begitu luar biasa sempurnanya, sehingga tidak dapat di tandingi dengan sistem-sistem buatan manusia manapun juga. Tubuh manusia adalah sebuah Kuasa yang Maha Hebat, Maha Canggih, Maha Luar Biasa Dasyhat. Adalah bentuk Qudrat Tuhan Yang Maha Luar Biasa – Bentuk Kuasa ALLAH Yang Maha Dasyhat.

Tubuh manusia adalah bagian dari Alam Semesta,
Tubuh manusia adalah bagian dari alam semesta fisika. Dalam tubuh manusia mengandung hampir semua unsur alam. Dalam tubuh manusia tersusun dari tiga fase materi: padat, cair dan gas serta mempunyai kandungan energi (terutama kalor).

Tubuh manusia tidak saja merupakan bagian dari ALAM SEMESTA, akan tetapi merupakan model atau prototipe ALAM SEMESTA. Menurut verifikasi para ilmuwan dalam tubuh manusia terdapat tidak kurang 90 macam unsur dari 108 unsur ALAM SEMESTA. Dari semua mahkluk tentu jumlah ini adalah jumlah yang terlengkap. Selain daripada itu dalam tubuh manusia juga terdapat materi dalam tiga (3) bentuk fasenya: padat, cair dan gas dan tentunya juga mengandung energi. Secara material manusia adalah bentuk evolusi tersempurna dari semua materi yang ada di dalam ruang-waktu berdimensi empat (4) ALAM SEMESTA.

Sistem Saraf dan Kesadaran
Diantara system dalam tubuh manusia yang paling menarik untuk dikenali lebih mendalam adalah system sarafnya. Sistem saraf manusia menjadikan manusia menjadikan makhluk hidup yang berbeda dengan makhluk hidup lainnya, dengan ini manusia menjadi mempunyai apa yang dinamakan “Kesadaran”.

Berkenaan dengan otak, system saraf dan Kesadaran Manusia ada baiknya saya kutipkan ungkapan menarik dari Ronggowarsito seorang Sufi Jawa abad ke sembilan belas, dimana beliau mengungkapkan, bahwa: “Sesungguhnya AKU mengatur singgasana dalam Baitul Makmur. Rumah tempat kesukaan-KU, yang berada di kepala Adam. Yang ada dalam kepala, yaitu otak, diantara otak ada manik, dalam manik ada budi, dalam budi ada emosi, dalam nafsu ada suksma, dalam suksma ada rahsa, dan dalam rahsa ada AKU, tidak ada Tuhan kecuali AKU, DZAT yang meliputi semua keadaan”. (Hidayat Jati : Susunan dalam Singgasana Baitul Makmur)

Yang menarik dari ungkapan Ronggowarsito adalah bahwa pernyataan ini sangat sesuai dengan apa yang ditemukan oleh para pakar neurology modern tentang hubungan antara otak dan kecerdasan manusia. Ditinjau dari segi ilmu saraf, semua sifat kecerdasan itu bekerja melalui, atau dikendalikan oleh otak beserta jaringan sarafnya yang tersebar di seluruh tubuh.

Otak yang dimaksud oleh Ronggowarsito tidak lain adalah organ manusia yang berada didalam tengkorak kepala. Otak manusia mengandung sel saraf atau neuron sebanyak 10-100 miliar. Ada sekitar seratus jenis yang berbeda, dan separo diantaranya terletak di bagian otak yang termaju tahap evolusinya, yaitu cerebral cortex. Neuron atau yang disebut manik oleh Ronggowarsito memiliki bentuk seperti pohon yang memiliki akar (dendrit), tubuh sel (soma), dahan (akson), dan cabang (ujung akson). Setiap neuron menerima input-input cerapan ke dendrite yang dapat menstimulasi atau menyimpannya. Input ini menjalar ke arah tubuh sel, dengan kekuatan semakin melemah. Jika stimulus-stimulus dalam jumlah tertentu mencapai tubuh sel pada suatu waktu, ia mengirimkan potensial aksi disepanjang akson. Potensi aksi itu merambat, seperti aliran listrik sampai ia mencapai ujung akson. Ujung-ujung akson ini pada gilirannya membentuk sinapsis (sambungan) pada dendrite dari neuron tetangganya.

Sebuah neuron piramida korteks punya 1-10 ribu sinapsis yang berkomunikasi secara langsung dengan neuron-neuron yang lain, terutama disekitar korteks. Kebanyakan sinapsis bekerja dengan penjalaran kimiawi. Ujung akson dari sebuah neuron mengeluarkan sejenis zat kimia yang disebut sebagai neurotransmitter, yang pada gilirannya mengeluarkan atau menyimpan dendrite yang disentuhnya. Lebih dari itu selusin neurotransmitter semacam itu diketahui digunakan dalam system otak yang berbeda, yang mempengaruhi kemampuan atau keadaan mental dan emosi.

Noradrenalin, misalnya merangsang seluruh bagian otak. Jika jumlahnya terlalu sedikit, ia mengakibatkan depresi; jika terlalu banyak menimbulkan mania. Asetilkolin merangsang lapisan luar korteks dan memungkinkan terjadinya osilasi saraf koheren yang mempengaruhi kesadaran. Kekurangan asetilkolin akan mengganggu osilasi ini dan akan mengakibatkan penyakit Alzheimer. Seronotin merangsang system terntentu dalam otak, dan kekurangan zat ini akan mengakibatkan depresi. Neuro transmitter aktif lain adalah, dopamine, juga merangsang seluruh otak. Dalam keadaan depresi, jumlah dopamine dibeberapa tempat didapati terlalu sedikit.

Fungsi neuron mirip dengan perangkat sinyal, mirip dengan unsur elektronik dalam jaringan telekomunikasi dan computer. Sistem neuron yang berinteraksi dapat menghasilkan osilasi medan listrik dan menghasilkan kecerdasan. Baik kecerdasan serial (IQ), kecerdasan asosiatif (EQ) maupun kecerdasan unitive (SQ).

By. Brhe Tandes

Minggu, 29 Juni 2008

SHOLAT SEBAGAI SARANA DZIKRULLAH

Assalamu'alaikum Wr.Wb.

Bismillahirahmaanirrahiim

Pendahuluan

Sebagai seorang Muslim yang tergugah kesadarannya, kita mestinya akan bertanya-tanya ada
Sering kali kita shalat, tetapi kita melakukannya hanya sekedar melaksanakan kewajibannya saja. Sewaktu kita shalat, jiwa kita seakan-akan tidak ikut hadir dalam shalat yang kita kerjakan bahkan pikiran kita biasanya melayang kemana-mana, sehingga kita tidak ingin berlama-lama dalam mengerjakannya. Shalat seperti itu hanya akan terasa membebani diri kita. Selanjutnya berefek pada kita, bahwa kita tidak akan merasakan “rasanya” shalat, melainkan hanya mendapatkan “rasa berat” untuk melakukannya. Sebagai seorang muslim yang tergugah kesadarannya, kita meskinya akan bertanya-tanya pada diri kita sendiri. Ada apa dengan shalat kita? Atau Kenapa Shalat kita kok begitu?
Sebagaimana yang kita ketahui, perintah shalat didapatkan oleh Rasulullah SAW setelah jauh-jauh melakukan perjalanan Isra’ Mi’raj dan shalat itu merupakan buah tangan yang terindah dari perjalanannya. Tentunya ada rahasia besar yang mengiringi adanya perintah mendirikan shalat. Bukan hanya mengerjakannya saja.

Agar kita tidak hanya sampai pada mengerjakan shalat saja, tentunya ada upaya kita yang sunguh-sungguh mengetahui maksud Allah memotivasi kita untuk mendirikan shalat. Kalimat yang dipilih Allah adalah mendirikan, bukan mengerjakan. Karena kata “mendirikan” itu artinya lebih luas daripada kata “mengerjakan”. Kata “mendirikan” bila disandingkan dengan kata “mengerjakan”, maka yang terjadi adalah kata “mendirikan” tersebut akan berkonotasi menjadi luas, yaitu berarti “mengerjakan sesuatu secara lebih mendalam, sampai kita menjadi betul-betul tahu maksud hal tersebut dikerjakan”.

Kebanyakan kita telah tahu tentang mekanisme pelaksanaan shalat, yaitu gerakan-gerakannya, waktu pelaksanaannya dan bacaannya. Sayangnya kita kurang menyadari ada komponen lain yang juga harus diperhatikan dalam shalat. Maka alangkah baiknya, bila kita tahu maksudnya Allah menyuruh kita untuk mendirikan shalat itu sendiri. Misalnya sudahkah kita menjadikan shalat kita sebagai sarana berkomunikasi dengan Allah? Sudahkan shalat kita berdampak nyata pada perilaku kita?

Kita akan bahas dan kaji secara ringkas dan yang dianggap perlu saja. Karena tulisan ini dimaksudkan sebagai informasi pengantar saja, yang selanjutnya tergantung kita sendiri bagaimana cara memanfaatkannya. Semoga dapat menjadi bahan yang bermanfaat untuk meningkatkan kualitas shalat kita. Amin.

Maksud Diperintahkan Shalat

Secara ringkas, maksud Allah memerintahkan kita mengerjakan shalat adalah sebagai sarana untuk mengingat-Nya. Sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Hal itu secara jelas diterangkan dalam Firman-Nya pada Surat Thaahaa (20) ayat 14.
Sesungguhnya aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, Maka sembahlah aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat aku.


Alangkah dahsyatnya ayat ini, karena Allah secara langsung memperkenalkan diri-Nya dan ke-Tauhid-an Diri-Nya sendiri. Kemudian hanya kepada-Nya-lah semua pengabdian ditujukan dan ibadah shalat didirikan sebagai sarana berdzikir kepada DiriNya. Sebagai sarana berdzikrullah maka shalat harus mengandung suatu perbuatan bahwa Allah-lah sebagai satu-satunya obyek yang ditemui dalam shalat. Atau mengandung pernyataan sikap bahwa “Tiada Tuhan selain Dia” dan pernyataan kehendak, yakni hanya ditujukan untuk menyembah kepada-Nya. Perilaku itulah yang harus dibawa dalam shalat kita.

Mulailah dengan Mendirikan Shalat yang Khusyu’

Dengan shalat, kita mengadakan pertemuan dengan Allah. Jadi dalam shalat selain kita menjalankan salah satu Rukun Islam, kita juga sekaligus menjalankan rukun yang lainnya, yaitu Rukun Iman dan Rukun Ihsan. Rukun Iman, yaitu menjadikan Allah sebagai satu-satunya tujuan kita dalam shalat dan juga Rukun Ihsan, yaitu menjalankannya dengan meyakini bertemu dengan Allah atau berkomunikasi dengan-Nya. Itulah rohnya shalat. Istilah shalat yang mengandung pelaksanaan tiga rukun pokok agama itulah, yang kemudian sering di sebut “Shalat Khusyu’’. Atau shalat yang berasaskan Dzikrullah. Hal itu sebagaimana diterangkan oleh Firman Allah dalam Surat Al Baqarah (2) ayat 45-46, yaitu:
Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. dan Sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu',
(yaitu) orang-orang yang meyakini, bahwa mereka akan menemui Tuhannya, dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya.

Al Mu’minun (23) ayat 1 dan 2 :
Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyu' dalam shalatnya, ….


Ruh shalat adalah di khusyu’-nya. Kalau kita melakukan shalat dengan khusyu’, maka kita tidak akan merasa berat untuk melakukan shalat, sebagaimana yang diungkapkan oleh ayat diatas. Kenikmatan demi kenikmatan bermunajat kepada Allah akan kita dapatkan sewaktu kita shalat. Karena kita melakukan shalat tidak dirasakan sebagai beban kewajiban, melainkan sudah menjadi kebutuhan dasar kita, yaitu dengan adanya perasaan rindu untuk melakukan shalat. Karena dalam shalatnya tersebut, ia merasakan nikmatnya bertemu dengan Tuhan secara langsung. Kalau ia sudah pernah merasakan perasaan itu, maka selanjutnya otomatis ia menjadi seorang hamba yang selalu rindu akan pertemuan dengan Tuhannya.
Kejadian itu sebagaimana digambarkan oleh sabda Rasulullah saw sebagai berikut :

“Ketika ia melaksanakan shalat, seorang hamba tengah bercakap mesra dan akrab dengan Tuhannya.” (HR. Bukhari – Muslim).

Tidak mungkin seorang hamba dapat berbicara dengan Allah tanpa adanya kesadaran akan ketemu Tuhannya dalam shalatnya dan tidaklah mungkin dapat bercakap dengan mesra dan akrab dengan Allah, kalau dia tidak pernah benar-benar mengalami sendiri dan merasakan sambutan Allah dalam shalatnya.
Juga tidak mungkin dapat berlama-lama dalam mengerjakan shalatnya, bila dia tidak dapat merasakan nikmatnya sambutan Allah dalam shalatnya. Kondisi khusyu’ secara fisik tersebut diberitakan oleh sahabat Anas ra. Bagaimana Rasulullah SAW menjalankan shalat khusyu’ sebagaimana yang diutarakan oleh hadits berikut ini :

Sesungguhnya Anas pernah berkata : Sungguh aku tidak kuasa shalat dengan kamu sebagaimana aku pernah melihat Rasulullah SAW shalat dengan kami, yaitu apabila mengangkat kepalanya dari ruku’ beliau berdiri tegak sehingga orang-orang menduga bahwa beliau lupa, dan apabila mengangkat kepalanya dari sujud, beliau diam sampai orang-orang menduga bahwa beliau lupa. (HR. Bukhari & Muslim)


Dari Shalat Khusyu’ Menuju Shalat Daim.

Perasaan rindu tidak terjadi hanya diwaktu kita shalat saja. Perasaan itu juga harus terbawa diluar shalat. Perasaan rindu akan Allah yang berarti kita akan selalu ingat setiap saat dengan yang dirindukannya. Dengan rindu Allah, berarti kita akan selalu ingat Allah (Dzikrullah).

Untuk itulah dalam surat An-Nisaa’ (4) ayat 103, Allah menegaskan bahwa berdzikrullah tidak hanya dilakukan dalam shalat saja tetapi dilakukan dalam keadaan apapun Atau dengan kata lain shalat merupakan kewajiban yang minimal dalam berdzikir kepada Allah SWT. Karena itulah shalat disebutkan sebagai fardhu yang ditentukan waktunya untuk orang yang beriman. Firman tersebut selengkapnya adalah sebagai berikut.
Maka apabila kamu telah menyelesaikan shalat(mu), ingatlah Allah di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring. kemudian apabila kamu telah merasa aman, Maka dirikanlah shalat itu (sebagaimana biasa). Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.


Dengan kondisi dzikrullah secara tetap itulah, baik didalam shalat maupun diluar shalat, ia akan selalu tenang dalam menghadapi kondisi apa saja dalam hidupnya. Karena dengan berdzikrullah itulah, kita akan selalu dalam kondisi tentram. Allah SWT berfirman dalam Surat Ar Ra’d (13 ) ayat 28

Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.

Sebagaimana yang kita rasakan, bahwa dalam diri kita terdapat kecenderungan untuk berkeluh kesah dalam menghadapi permasalahan yang ada dalam kehidupan kita. Setiap kali kita mendapatkan kesulitan hidup, kita selalu berkeluh kesah. Sebaliknya bila kita mendapatkan suatu kebaikan, kita berubah menjadi sangat kikir. Kita seakan-akan lupa bahwa semua keadaan baik tersebut merupakan pemberian Allah, kita cenderung lupa untuk ikut meringankan beban orang lain, yang bila kita diberi oleh Allah dalam keadaan yang sama, kita tidak akan kuat menanggungnya. Kita menjadi lupa Allah, kebalikan dari perilaku Ingat Allah atau Dzikrullah. Hal itu semua tidak akan terjadi, bila kita sudah dzikrullah secara langgeng. Sebagaimana digambarkan oleh Allah bahwa ia telah melakukan Shalat Daim (shalat yang langgeng), yaitu tersebut dalam Surat Al Ma’aarij (70) ayat 19 – 27.
Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir.
Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah,
Dan apabila ia mendapat kebaikan ia Amat kikir,
Kecuali orang-orang yang shalat,
Yang mereka itu shalatnya tetap,
Dan orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu,
Bagi orang (miskin) yang meminta dan orang yang tidak mempunyai apa-apa (yang tidak mau meminta),
Dan orang-orang yang mempercayai hari pembalasan,
Dan orang-orang yang takut terhadap azab Tuhannya.

Digambarkan dalam ayat tersebut, bahwa orang yang shalatnya langgeng (sholaatihim daaimuun) tidak akan terkena penyakit rasa resah dan gelisah dalam dirinya dan juga penyakit rasa takut kekurangan apapun sehingga dia tidak mempunyai sifat pembawaan berkeluh kesah dan kikir. Alangkah nikmat dan bahagianya hidup yang demikian. Tidak ada beban hidup yang membelenggunya, kecuali nikmatnya kerinduan kepada Allah SWT. Dia selalu ingat kepada-Nya. Sehingga otomatis kita sudah menjalankan perintah dalam Surat Al Jumu’ah (62) ayat 10 yaitu sebagai orang yang bisa menjalankan shalat daim dengan baik, yaitu khusyu’ dalam menjalankan shalat maupun dalam kehidupan sehari-hari atau dalam keadaan selalu Ingat Allah (Dzikrullah) pada saat apapun. Selengkapnya ayat tersebut berbunyi berikut :

Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.

Atau seperti yang digambarkan dalam ayat lain pada Surat An-Nur (24) ayat 37 disebut sebagai orang tidak dilalaikan dari selalu berhubungan dengan Allah setiap saat, memenuhi keperluan dirinya maupun keperluan lingkungannya. Sebagaimana dituturkan selengkapnya sebagi berikut :

Laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingati Allah, dan (dari) mendirikan shalat, dan (dari) membayarkan zakat. Mereka takut kepada suatu hari yang (di hari itu) hati dan penglihatan menjadi goncang.
Dampak Positif Shalat Pada Perilaku kita

Dalam shalat yang daim itulah, kita akan merasakan bahwa shalat menjadi salah satu sarana pertolongan yang nyata bagi diri kita sendiri. Shalat sebagai sarana penolong seperti yang tersebut dalam Surat Al Baqarah (2) ayat 45, berarti terdapat adanya dampak atau keuntungan yang nyata dari shalat terhadap perbuatan kita. Dampak tersebut adalah kita akan berperilaku positif dalam menghadapi apapun. Karenanya kita akan tercegah dari perbuatan tercela atau negatif. Tentang adanya dampak shalat tersebut, oleh Allah SWT disebutkan dalam Firman-Nya dalam Surat Al ‘Ankabuut (29) ayat 45 :

Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, Yaitu Al kitab (Al Quran) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. dan Sesungguhnya mengingat Allah adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.

Dalam ayat tersebut, mengisyaratkan bahwa berdzikrullah itu lebih utama, karena seluruh peribadatan mengandung Dzikrullah. Tanpa kandungan dzikrullah didalamnya, maka ibadah apapun menjadi sembah raga saja. Shalat adalah salah satu sarana pelatihan jiwa (tazkiyatun nafs) kita. Selain secara fisik akan kita dapatkan manfaatnya, juga secara mental dan spiritual. Tak salah bila ada yang menyebutkan bahwa “Melalui Shalat, kita akan membawa perdamaian dunia”.

Bila shalat tanpa disertai dengan kandungan dzikrullah, maka akan berakibat bertambah jauhnya kita dari Allah. Sebagaimana hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah saw sebagai berikut
“Apabila shalat seseorang tidak mencegahnya dari perbuatan yang keji dan mungkar, maka tiada sesuatupun yang diperolehnya selain bertambah jauh dari Allah” (HR. Ath Thabrani, Hadist shahih)
Sikap Shalat yang berdampak murka Allah SWT

Kalau tadi kita mempelajari sikap shalat yang positif, maka sekarang kita mempelajari sikap shalat yang negatip. Sikap shalat tersebut adalah sikap yang dikerjakan dengan malas dan bermaksud shalat untuk dipuja oleh masyarakat. Akan membawa dampak dimurkai oleh Allah. Dan ditegaskan pula bahwa orang tersebut sangat sedikit melakukan dzikrullah. Tersebut dalam Firman Allah SWT dalam Surat An Nisaa' (4) ayat 142 :

Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka. dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas. mereka bermaksud riya (dengan shalat) di hadapan manusia. dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali.


Surat Al Maa´uun(107) ayat 4 - 7

Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat,
(yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya,
Orang-orang yang berbuat riya,
Dan enggan (menolong dengan) barang berguna.


Sungguh sikap shalat yang seperti ini sangatlah tidak kita harapkan. Kita tidak akan mendapatkan apa-apa kecuali rasa capai saja. Semoga oleh Allah SWT menjauhkan kita dari sikap demikian..Amien……

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Tausyiah, Spiritual Islam

Arsip Blog

Mengenai Saya

GRESIK, JAWA TIMUR, Indonesia
"Syiar ISLAM Untuk DUNIA"